Tanah Norowito: Harta Karun Raja yang Masih Eksis Sampai Sekarang
Pendapat Dr. Drs. Haryono Rinardi, M.Hum. (rinardiharyono@yahoo.com)
Istilah tanah norowito dalam konteks sekarang ini mirip dengan aset negara yang digunakan untuk kepentingan pejabat. Contoh seperti tanah bengkok, dan lain-lain. Di era Kerajaan Mataram hingga kerajaan terpecah menjadi kerajaan Kasunanan, Kasultanan, Mangkunegaran, dan Pakualaman, sistem pertanahan ini mempunyai aturan unik. Utamanya yang khusus digunakan untuk kepentingan pribadi raja.
Menurut Dr. Drs. Haryono Rinardi, M.Hum. tanah di wilayah kerajaan dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu tanah lungguh atau apanase dan tanah norowito.
Apa Itu Tanah Norowito
Tanah norowito adalah tanah yang hasilnya digunakan khusus untuk memenuhi kebutuhan raja. Bayangkan saja, pada tahun 1832 M, luas tanah ini mencapai 39.455 cacah. Hasilnya bisa berupa barang atau uang, yang nantinya dimanfaatkan langsung oleh raja dan istana. Bisa dikatakan, bahwa tanah norowito adalah “tanah privilese” bagi pemimpin tertinggi kerajaan.

Dr. Drs. Haryono Rinardi, M.Hum.
Jenis-Jenis Tanah Norowito
1. Bumi Pamajekan
Tanah ini menghasilkan uang buat raja, biasanya diperoleh dari sistem pajak. Pada 1832 M, terdapat 2.610 cacah bumi pamajekan yang bisa menghasilkan 40.000 gulden Belanda setara dengan 363.687.200 rupiah. Cara mendapatkan uang bagi raja melalui, tanah disewakan kepada pihak ketiga, atau bisa juga dijadikan sebagai sumber pajak yang seperti jalan tol dan pasar, dalam konteks kekinian bumi pamejakan mirip dengan retribusi pasar saat ini.
2. Bumi Pangrembe
Tanah ini fokus pada produksi barang untuk istana, misalnya padi pulut, kelapa, sirih, minyak kelapa, hingga bunga melati yang digunakan untuk ritual kerajaan. Pada 1832 M, tanah ini menghasilkan 20.000 gulden setara 181.843.600 rupiah per tahun hanya dari padi. Bahkan, ada tanah yang dikhususkan untuk menanam rumput sebagai pakan kuda dan kerbau raja.
3. Bumi Gadak
Tanah ini lebih fokus pada logistik dan transportasi. Penduduk yang tinggal dan mendapat hak garap di tanah ini bertanggung jawab atas sarana transportasi kerajaan, termasuk merawat kuda, kereta raja, dan segala alat transportasi bagi kepentingan raja dan keraton. Dalam hal ini, termasuk juga merawat dan mengurusi perahu raja yang digunakan di Sungai Bengawan Solo. Pada masa itu, Bengawan Solo menjadi jalur perdagangan utama sehingga keberadaan tanah ini sangat vital untuk mobilitas raja.
Bagaimana Eksistensi Tanah Norowito Saat Ini
Meskipun sistem pertanahan zaman kerajaan sudah tidak digunakan secara langsung, konsep tanah norowito masih kita jumpai dalam bentuk lain. Misalnya, sistem pajak jalan tol, retribusi pasar, atau bahkan pengelolaan aset negara yang hasilnya digunakan untuk kepentingan pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa cara kerajaan mengelola sumber daya sejak dulu masih berpengaruh hingga sekarang. Artinya bahwa tanah norowito yang secara historis digunakan dalam pengelolaan kerajaan, saat ini masih tetap ada dengan bentuk lain terkait pengelolaan aset dan sumber daya negara. Ini menunjukkan bahwa sistem pertanahan yang digunakan pada masa kerajaan masih relevan dan ada yang masih digunakan hingga saat ini.