Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro (FIB Undip) kembali menghadirkan atmosfer akademik yang kaya perspektif melalui kegiatan Visiting Professor bersama Dr. Soe Tjen Marching dari The School of Oriental and African Studies (SOAS), University of London. Acara yang diselenggarakan pada Selasa, 23 April 2025 ini berlangsung pukul 10.00 WIB secara luring di Ruang Sidang Besar Gedung A FIB Undip dan juga daring melalui Zoom Meeting, sehingga dapat diikuti lebih luas oleh sivitas akademika.
Mengusung tema “Sastra dan Feminisme: Kenapa Hegemoni dan Diskriminasi masih Perkasa?”, forum ini mengajak para peserta untuk mengkaji lebih dalam relasi antara dunia sastra dan isu-isu feminisme yang masih relevan hingga hari ini.
Ketidaksetaraan Masih Nyata, Sekalipun Tampak Setara
Dalam sambutannya, Wakil Dekan Akademik dan Kemahasiswaan FIB Undip, Eta Farmacelia Nurulhady, S.S., M.Hum., M.A., Ph.D., menyoroti bahwa ketimpangan gender masih terasa dalam kehidupan sehari-hari, meski secara kasat mata terlihat bahwa perempuan sudah mulai mendapat ruang.
“Bahkan dalam hal kecil, kita masih bisa merasakan adanya dominasi patriarki. Maka hari ini adalah momen penting untuk belajar dan merenungkan kembali bentuk-bentuk hegemoni dan diskriminasi yang selama ini terjadi,” ujar Eta.
Beliau juga menyampaikan rasa syukur karena FIB Undip dapat menghadirkan narasumber seperti Dr. Soe Tjen Marching, yang diharapkan mampu membuka perspektif baru dalam memahami feminisme, baik dari sudut pandang lokal maupun global.

Visiting Professor bersama Dr. Soe Tjen Marching dari The School of Oriental and African Studies (SOAS), University of London.
Buku, Sastra, dan Media Sosial: Ruang Baru Perempuan untuk Bersuara
Dr. Soe Tjen Marching dari The School of Oriental and African Studies (SOAS), University of London, memberikan paparan kritis dan reflektif tentang realitas feminisme kontemporer.
Menurutnya, diskriminasi terhadap perempuan masih ada, bahkan di era ketika kita telah memiliki berbagai media alternatif seperti buku, novel, hingga media sosial.
“Media alternatif bisa menjadi ruang bagi perempuan untuk bersuara. Ketika orasi di dunia nyata terlalu kejam, maka tulisan bisa menjadi pelarian sekaligus perlawanan,” ungkap Soe Tjen.
Ia juga mengingatkan pentingnya mencintai karya, bukan semata penciptanya. Sebuah karya bisa abadi dan memiliki nilai estetika maupun sosial yang tinggi, namun penciptanya sebagai manusia belum tentu sempurna.
Mendorong Mahasiswa Lebih Kritis dan Progresif
Melalui forum ini, FIB Undip tidak hanya menunjukkan kepedulian terhadap isu-isu gender dan sastra, tapi juga berupaya mendorong mahasiswa agar lebih kritis, reflektif, dan berani bersuara melalui berbagai media yang tersedia.
Dr. Soe Tjen berharap agar generasi muda, khususnya mahasiswa, tidak hanya menjadi penikmat sastra, tetapi juga turut menghidupkan kembali semangat kritis dalam karya-karya mereka.
Visiting Professor ini menjadi salah satu bentuk nyata dari upaya FIB Undip dalam mewujudkan kampus inklusif yang berpihak pada ilmu pengetahuan, kesetaraan, dan kemanusiaan. Harapannya, kegiatan ini dapat terus berlanjut dan menjadi ruang dialog yang membebaskan sekaligus mencerahkan.