Menemukan Makna di Balik Budaya: Antropologi Sebagai Jembatan Pemahaman Sosial
Pendapat Prof. Dr. Mudjahirin Thohir, M.S. (Mudjahirin54@gmail.com)
Pada sebuah kesempatan eksklusif, Tim Humas FIB Undip melakukan wawancara mendalam dengan salah satu guru besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, Prof. Dr. Mudjahirin Thohir, M.S., pakar Antropologi Sosial Budaya. Meski secara akademik beliau juga memiliki kepakaran minor di bidang filologi, fokus utama Prof. Mudja adalah pada antropologi sebagai pendekatan yang lebih menyeluruh untuk memahami masyarakat.
Selain aktif mengajar di kampus, prof Mudja juga punya peduli terhadap kegiatan pengembangan keilmuan dan sosial keagamaan di luar kampus. Beliau pernah jadi Tenaga Ahli Cagar Budaya Nasional; Ketua Dewan Riset Daerah (DRD) Jawa Tengah; Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Tengah, dan sekarang diberi amanat menjadi Ketua Litbang MUI Jawa Tengah.
Prof Mudja, juga menulis sejumlah buku. Di antara buku penting yang perlu dibaca ialah Orang Islam Jawa Pesisir; Memahami Kebudayaan; Metodologi Penelitian Sosial-Budaya Pendekatan Kualitatif; Talbiyah di atas Ka’bah; dan Paradoks Keberagamaan.
Apa Itu Antropologi Menurut Prof. Mudja?
Dalam wawancaranya, Prof. Mudja menjelaskan bahwa antropologi adalah ilmu yang mempelajari fenomena sosial, budaya, dan keagamaan melalui pendekatan kebudayaan. Beliau menggarisbawahi bahwa kebudayaan bisa dipahami melalui tiga pendekatan utama:
- Ideasional, yakni melihat budaya sebagai cara hidup (the way of life), berupa gagasan, keyakinan, dan nilai.
- Behavioral, melihat budaya sebagai pola-pola tindakan nyata.
- Materialisme budaya, yang lebih menekankan pada produk-produk fisik dari budaya.
Sebagai seorang pengikut pendekatan ideasional, Prof. Mudja menyatakan bahwa budaya adalah soal makna di balik realitas. “Contohnya, dongeng Malin Kundang. Kita tak hanya melihat ceritanya, tapi makna di baliknya: pentingnya menghormati orang tua,” ujarnya penuh semangat.

Prof. Dr. Mudjahirin Thohir, M.S.
Guru Besar FIB Undip
Peran Antropologi di Masa Kini dan Masa Depan
Prof. Mudja menyebut bahwa perubahan adalah keniscayaan dalam budaya. Cara hidup masa lalu tentu tidak bisa digunakan untuk menilai masyarakat masa kini atau masa depan. Di sinilah pentingnya pendekatan antropologis untuk menjelaskan pergeseran nilai dan makna yang terjadi dalam masyarakat dari waktu ke waktu.
Beliau juga menekankan bahwa pendekatan antropologi bisa diterapkan dalam berbagai bidang, bahkan hingga ke desain arsitektur. “Antropolog tidak hanya melihat bangunan sebagai struktur fisik, tapi juga makna dan simbol di baliknya. Semua hal itu mengandung pesan yang perlu ditafsirkan,” jelasnya.
Mahasiswa Antropologi dan Tantangan Dunia Nyata
Menurut Prof. Mudja, lulusan antropologi FIB Undip punya cakupan luas dalam karier mereka. Mereka bisa menjadi peneliti sosial, pendamping masyarakat, analis kebijakan budaya, hingga fasilitator kerukunan antarumat beragama. “Antropolog itu tugasnya bukan menghakimi, tapi membimbing. Melihat masyarakat dengan empati dan mengajak menuju kehidupan yang lebih ideal,” tegas Prof. Mudja yang juga aktif sebagai pembina komunitas seni dan pedagang pasar di Kaliwungu.
Dukungan dari Pimpinan Fakultas
Dekan FIB Undip, Prof. Dr. Alamsyah, M.Hum., memberikan apresiasi tinggi atas kontribusi Prof. Mudja dalam bidang antropologi. Beliau berharap para mahasiswa dapat memaksimalkan pembelajaran dari pengalaman dan pengetahuan yang dibagikan Prof. Mudja. “Ilmu yang diberikan beliau sangat relevan dan penting untuk membentuk pemahaman mahasiswa tentang masyarakat dan budaya secara mendalam,” ungkap Prof. Alamsyah.
Dalam hal ini menggambarkan bahwa antropologi bukan sekadar ilmu, tapi juga cara untuk memahami manusia, budaya, dan dinamika kehidupan sosial secara lebih utuh dan manusiawi. Bersama Prof. Mudja, FIB Undip terus bergerak menjadi ruang yang mempertemukan ilmu, makna, dan kepedulian terhadap sesama.