FIB UNDIP – Dr. Drs. Haryono Rinardi, M.Hum., dosen sekaligus Ketua Program Studi S2 dan S3 Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro (FIB Undip), dikenal dengan kepakarannya dalam kajian sejarah ekonomi makro. Bidang ini menelaah bagaimana kebijakan ekonomi selalu berhubungan erat dengan dinamika sosial politik masyarakat dari masa ke masa.
Dalam rangka menggali lebih dalam pandangan dan pengalaman akademis beliau, Tim Humas FIB Undip berkesempatan melakukan wawancara eksklusif yang membuka banyak perspektif menarik tentang keterkaitan sejarah, ekonomi, dan kehidupan sosial.
Sejarah Ekonomi: Dari Desa hingga Kebijakan Nasional
Menurut Dr. Haryono, kajian sejarah ekonomi tidak hanya berbicara soal kehidupan sehari-hari petani atau masyarakat desa, tetapi juga menyentuh kebijakan besar negara yang berpengaruh pada kehidupan rakyat. Ia menekankan bahwa sejarah ekonomi makro banyak membahas politik ekonomi, khususnya tentang kebijakan yang pernah diambil pemerintah, mulai dari masa kolonial seperti tanam paksa, liberalisasi dengan Agrarische Wet, hingga kebijakan moneter modern.
“Kalau kita bicara ekonomi makro, itu selalu berkaitan dengan kebijakan. Misalnya bagaimana pemerintah menjalankan politik keuangan ketat untuk mengatasi inflasi, atau kebijakan bunga tinggi yang berdampak langsung pada sektor perbankan dan masyarakat,” jelasnya.
Belajar dari Pola Sejarah
Dr. Haryono menggarisbawahi bahwa meskipun sejarah tidak pernah berulang persis, pola-pola kebijakan ekonomi seringkali kembali dalam bentuk berbeda.
Ia mencontohkan masa keemasan minyak pada tahun 1970-an, ketika harga minyak dunia melonjak dan Indonesia mendapat keuntungan besar. Namun, kebijakan pengelolaan dana minyak kala itu justru melahirkan praktik pembangunan koperasi yang tidak berkelanjutan seperti BUUD (Badan Usaha Unit Desa) yang merupakan KUD (Koperasi Unit Desa), yang dibentuk pada era 1960-an sebagai lembaga pemerintah untuk membantu petani dengan kredit, sarana produksi, dan pemasaran hasil pertanian. Namun hal ini merupakan kebutuhan pemerintah bukan rakyat.
“Sejarah selalu memberikan pelajaran. Misalnya ketika dana besar digelontorkan untuk koperasi, tapi tanpa pembinaan yang serius, hasilnya tidak bertahan lama. Sama halnya dengan pola di zaman kolonial yang pernah mencoba membangun lumbung desa, tapi gagal karena tidak sesuai kebutuhan rakyat,” paparnya.
Relevansi Bagi Kondisi Saat Ini
Menurutnya, kajian sejarah ekonomi makro sangat relevan untuk memahami kondisi ekonomi Indonesia masa kini. Contoh nyata adalah bagaimana pemerintah mengelola hilirisasi nikel, kebijakan cukai rokok, hingga tantangan UMKM yang masih berhadapan dengan masalah produksi dan pemasaran.
“Kalau kita hanya mengandalkan subsidi atau bantuan langsung, itu ibarat memberi uang terus-menerus tanpa membangun kemandirian. Yang lebih penting adalah pembinaan, bagaimana UMKM bisa berproduksi dan memasarkan produknya dengan baik,” ujarnya.
Pentingnya Perspektif Sejarah
Sebagai akademisi, Dr. Haryono menegaskan bahwa sejarah bukan hanya cerita masa lalu, melainkan sarana untuk membaca pola kebijakan agar bangsa ini tidak mengulangi kesalahan yang sama. Dengan memahami sejarah ekonomi makro, mahasiswa dan masyarakat dapat melihat keterkaitan antara kebijakan, politik, dan dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari.
“Sejarah itu bukan untuk romantisme masa lalu. Sejarah memberi kita cara berpikir kritis agar lebih bijak dalam memahami kebijakan ekonomi hari ini dan dampaknya bagi masa depan,” pungkasnya.