Dosen sekaligus pakar sastra pesisiran dari FIB Universitas Diponegoro (FIB Undip) Dr. Sukarjo Waluyo, S.S., M.Hum. dan Moh. Ali, S.S., M.A. Min., Ph.D., pakar filologi dari Universitas Airlangga menjadi narasumber di kuliah umum bertema “Sastra dan Manuskrip Pesisiran” yang diselenggarakan oleh Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Sebelas Maret (UNS).

Kuliah umum yang berlangsung di Aula FIB UNS ini dihadiri ratusan mahasiswa yang tampak antusias menyimak pembahasan mendalam mengenai warisan budaya sastra daerah pesisir, terutama yang berada di sepanjang wilayah Laut Jawa.

Manuskrip Pesisiran: Jejak Dua Tradisi Besar

Dalam pemaparannya, Moh. Ali menjelaskan bahwa manuskrip pesisiran merupakan titik temu dua tradisi besar, yaitu Arya Cosmopolis dan Arabian Cosmopolis. Ia menguraikan bagaimana pengaruh budaya dan bahasa Sansekerta serta Arab membentuk kekayaan teks dan aksara dalam naskah-naskah pesisir di Nusantara. “Pengaruh dua tradisi ini terlihat jelas dalam bentuk aksara, gaya bahasa, serta isi yang sarat nilai spiritual,” ujar Ali.

Cerita Rakyat dan Sastra Jawa Pesisir: Relevansi Kekinian

Sementara itu, Dr. Sukarjo Waluyo mengangkat tema “Cerita Rakyat dan Manuskrip Jawa Pesisir: Inspirasi Produksi Sastra di Era Kekinian.” Dalam paparannya, Sukarjo menjelaskan bahwa karya-karya sastra pesisiran tak lepas dari pengaruh kuat ajaran Islam, terutama karena wilayah pesisir identik dengan komunitas santri.

Ia memaparkan bentuk-bentuk karya sastra pesisiran seperti suluk, syairan, cerita rakyat, babad, dan serat yang berkembang secara khas di wilayah Pantura (Pantai Utara Jawa). “Sastra Pesisiran mencerminkan gaya hidup masyarakat pesisir yang terbuka, lugas, dan kaya akan nilai spiritual serta sosial,” ujarnya.

Dosen sekaligus pakar sastra pesisiran dari FIB Universitas Diponegoro (FIB Undip) Dr. Sukarjo Waluyo, S.S., M.Hum., menjadi narasumber di kuliah umum bertema “Sastra dan Manuskrip Pesisiran”

Dosen sekaligus pakar sastra pesisiran dari FIB Universitas Diponegoro (FIB Undip) Dr. Sukarjo Waluyo, S.S., M.Hum., menjadi narasumber di kuliah umum bertema “Sastra dan Manuskrip Pesisiran”

Sastra Pesisiran Sebagai Wajah Identitas Budaya

Menurut Dr. Sukarjo, karya sastra yang terinspirasi dari cerita rakyat dan manuskrip pesisiran memainkan peran penting dalam pembentukan identitas budaya di tengah dinamika sosial saat ini. Ia merujuk pada teori Stuart Hall yang menyatakan bahwa identitas adalah produk sosial yang bisa terus dimaknai dan dibentuk sesuai konteks zaman.

“Identitas itu dinamis, bisa terus berputar dan berkembang. Sastra menjadi salah satu medium penting dalam sirkuit budaya yang membentuk dan mengukuhkan identitas tersebut,” jelasnya.

Novel Kuntul Nucuk Mbulan dan Bau: Narasi Pesisiran yang Menginspirasi

Dalam kesempatan itu, Sukarjo juga memaparkan dua novel berbahasa Indonesia yang mengangkat tema Jawa pesisir, yakni Kuntul Nucuk Mbulan karya Sahal Japara dan Bau karya Gunoto Saparie.

Novel Kuntul Nucuk Mbulan bercerita tentang perjalanan spiritual seorang santri bernama Paejan di Desa Kajen. Cerita ini terinspirasi dari wejangan Syekh Mutamakkin seperti “Kuntul Nucuk Mbulan” dan “Sing Pendhitku Ngusap ing Mbun”, yang dianggap sakral oleh masyarakat setempat. Novel ini telah dicetak empat kali dan dikenal luas di Kabupaten Pati, terutama di kalangan pesantren.

Sementara itu, Bau merupakan novel sejarah yang mengangkat kejayaan masa lalu Kendal dan Kaliwungu melalui tokoh Tumenggung Bahurekso. Dalam novel ini, Gunoto menggambarkan Bahurekso sebagai pemimpin cerdas yang mampu berdiplomasi di antara dua kekuatan besar, Sultan Agung dan VOC. Novel ini menjadi nomine Penghargaan Prasidatama Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah tahun 2020.

Menjaga Warisan, Membangun Masa Depan

Melalui kuliah umum ini, mahasiswa Sastra Indonesia diharapkan dapat lebih peka dan menghargai potensi budaya lokal, khususnya dari wilayah pesisiran. Dr. Sukarjo Waluyo menekankan pentingnya menjadikan cerita rakyat dan manuskrip pesisiran bukan hanya sebagai objek kajian, tetapi juga sebagai sumber inspirasi produksi karya sastra yang relevan dengan zaman sekarang.

“Kekuatan lokal seperti sastra pesisiran adalah aset penting yang harus terus digali, diteliti, dan diceritakan kembali dalam bahasa kekinian agar tidak tenggelam oleh arus globalisasi,” tutup Sukarjo.

Bagikan Berita